Friday, March 17, 2017

Seni tari jatilan

Pengertian Jatilan.

         Jathilan adalah kesenian yang telah                                                                              lama dikenal oleh Masyarakat Yogyakarta dan juga sebagian Jawa Tengah. Jathilan juga dikenal dengan nama kuda lumping, kuda kepang, ataupun jaran kepang. Tersemat kata “kuda” karena kesenian yang merupakan perpaduan antara seni tari dengan magis ini dimainkan dengan menggunakan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu (kepang).
Dilihat dari asal katanya, jathilan berasal dari kalimat berbahasa Jawa “jaranne jan thil-thilan tenan,” yang jika dialihbahasakan ke dalam bahasa indonesia menjadi “kudanya benar-benar joget tak beraturan ”.  Joget beraturan (thil-thilan) ini memang bisa dilihat pada kesenian jathulan utamanya ketika para penari telah kerasukan.
Sejarah Jatilan
Kesenian tari jathilan dahulu kala sering dipentaskan pada dusun-dusun kecil.  Pementasan ini memiliki dua tujuan, yang pertama yaitu sebagai sarana menghibur rakyat sekitar, dan yang kedua juga dimanfaatkan sebagai media guna membangkitkan semangat rakyat dalam melawan penjajah.
Ada beberapa cerita awal sejarah mengenai jatilan. Versi pertama menceritakan jatilan adalah kesenian yang mengisahkan perjuangan Raden Patah dibantu Sunan Kalijaga dalam melawan penjajahan Belanda. Sebagaimana yang kita ketahui, Sunan Kalijaga adalah sosok yang acap menggunakan budaya, tradisi dan kesenian sebagai sarana pendekatan kepada rakyat, maka cerita perjuangan dari Raden Patah itu digambarkan kedalam bentuk seni tari jathilan.
Versi terahkir adalah jatilan merupakan cerita  Panji Asmarabangun, yaitu putra dari kerajaan Jenggala Manik. Tatkala yang disampaikan adalah cerita mengenai Panji Asmarabangun, maka penampilan para penaripun menggambarkan tokoh tersebut, baik aksesoris pun gerakannya.   Sebagai contoh aksesorisnya adalah mengenakan gelang tangan, gelang kaki, ikat pada lengan, kalung, menyengkelit keris, dan tentu saja mengenakan mahkota yang acap disebut “kupluk Panji.
Gerakan dan  Pelaksanaan Tarian
Pagelaran kesenian ini dimulai dengan tari-tarian oleh para penari yang gerakannya sangat pelan tetapi kemudian gerakan-nya perlahan-lahan menjadi sangat dinamis mengikuti suara gamelan yang dimainkan. Gamelan untuk mengiringi jatilan ini cukup sederhana, hanya terdiri dari drum, kendang, kenong, gong, dan slompret, yaitu seruling dengan bunyi melengking.
Lagu-lagu yang dibawakan dalam mengiringi tarian, biasanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada Sang Pencipta, namun ada juga yang menyanyikan lagu-lagu lain. Setelah sekian lama, para penari kerasukan roh halus sehingga hampir tidak sadar dengan apa yang mereka lakukan, mereka melakukan gerakan-gerakan yang sangat dinamis mengikuti rancaknya suara gamelan yang dimainkan.
Pada mulanya penari nampak lemah gemulai dalam menggerakkan badan, namun seiring waktu berjalan,  para penari menjadi kerasukan roh halus, dimana kondisi kerasukan ini dalam bahasa Jawa sering dikatakan istilah “ndadi” atau dalam bahasa Inggrisnya ‘trance’ . Dalam keadaan kerasukan, para penari jatilan hampir tidak sadar terhadap apa yang diperbuatnya. Gerakan tariannyapun mulai tak beraturan, pada kondisi inilah kata jathilan itu tergambar, jaranne jan thil-thilan tenan (kudanya benar-benar berjoget tak beraturan).
Dalam satu pertunjukan, kecuali para penari yang memiki jumlah tertentu tergantung cerita yang hendak disampaikan, maka ada instrumen pertunjukan lainnya, yaitu para penabuh gamelan, para perias, dan yang tak boleh ketinggalan adalah keberadaan “ pawang ”,  yaitu sosok yang memiliki peran serta tanggungjawab mengendalikan jalannya pertunjukan dan menyembuhkan para penari yang kerasukan.
Ketika  terjadinya “ ndadi ” alias kerasukan, para penari jathilan mampu melakukan  atraksi berbahaya yang tidak dapat dicerna oleh akal manusia, sebagai contoh adalah memakan dedaunan, menyantap kembang, bahkan juga mengunyah beling (pecahan kaca), bahkan berperang menggunakan pedang, serta tindakkan menyayat lengan.
Pelaku seni tari kuda lumping tak sebatas pada jenis kelamin laki-laki saja,melainkan ada pula perempuannya, keduanya tetap tak bisa lepas dari kejadian ‘ndadi’ a.k.a trance. Ini memberikan pesan bahwa jathilan selain merupakan hiburan rakyat juga mampu menyertakan unsur ritual.  Contoh nyata adalah ketika seorang pawang jathilan melakukan suatu ritual yang intinya memohon ijin kepada Tuhan agar jalannya pertunjukan lancar, serta mengucapkan “permisi” kepada makhluk lain yang berada diseputaran tempat tersebut agar tidak menggangu jalannya pertunjukan.

Dalam Seni Jatilan disediakan berbagai sesaji yang disediakan. Sajen yang disediakan pada pertunjukan jathilan diantaranya adalah satu tangkep pisang raja, beberapa macam jajanan pasar berupa makanan-makanan, tumpeng robyong yang dihias dengan daun kol, bermacam-macam kembang, beraneka jenis minuman (kopi ,teh , air putih ), menyan, hio (dupa China), ingkung (ayam bekakak), sega golong (nasi bulet), dan lain sebagainya. Jenis sesaji ini tentu saja tak sama antara daerah satu dengan yang lainnya.

0 komentar:

Post a Comment